Kisah kehidupan Benkei sulit dibedakan antara kisah nyata dan fiksi. Tokoh Benkei sering sekali ditampilkan dalam
folklor Jepang. Dalam seni bercerita tradisional
Kōdan, Benkei dikisahkan sebagai biksu eksentrik dengan kekuatan tanpa tanding. Kronologi sejarah Keshogunan Kamakura (
Azuma Kagami) mencatat tentang tokoh bernama Musashibō Benkei pada tahun
1185, tetapi kisah kehidupan yang sebenarnya tidak diketahui pasti. Tokoh Musashibō Benkei dulunya bahkan sempat dianggap sebagai tokoh fiksi. Dalam buku
Heike Monogatari, pasangan Yoshitsune dan Benkei merupakan dua tokoh utama.
Perjalanan hidup
Benkei memiliki asal usul keluarga yang tidak jelas, namun sering disebut kelahiran
Provinsi Kii. Dalam brosur pariwisata, kota
Tanabe di
Prefektur Wakayama sering disebut-sebut sebagai kota kelahiran Benkei. Ia dikisahkan sebagai putra dari pendeta Buddha di kuil Shinto bernama
Tanzō yang menjabat penguasa wilayah sekaligus panglima angkatan laut Kumano. Dalam kisah
Gikeiki, ayah Benkei disebut bernama Benshō, sedangkan dalam
Benkei Monogatari ayah Benkei bernama Benshin.
Benkei lahir sebagai anak luar nikah dari putri seorang pejabat
Dainagon. Menurut
Gikeiki, Benkei berada dalam kandungan ibunya selama 18 bulan, tetapi menurut
Benkei Monogatari, ia dikandung selama 3 tahun. Sewaktu baru dilahirkan, ia sudah memiliki penampilan fisik seperti anak berusia 2 atau 3 tahun. Panjang rambutnya sampai menutupi bahu, dengan semua gigi yang sudah tumbuh lengkap. Sewaktu masih kecil, ayahnya bermaksud membunuh Benkei yang dikira anak keturunan iblis. Perbuatan ini dicegah oleh bibinya yang lalu membesarkan Benkei di Kyoto, dan memberinya nama
Oniwaka (anak jin).
Selanjutnya, Oniwaka dititipkan ke kuil di Gunung Hiei namun diusir karena gemar berbuat kekerasan. Setelah mencukur sendiri rambutnya hingga gundul, Oniwaka menyebut dirinya sebagai Musashibō Benkei. Sebagai Benkei, ia berkelana ke
Shikoku hingga ke
Provinsi Harima, dan berulang kali menimbulkan keonaran di sana. Di Harima, Benkei sempat membakar menara di kuil Shoshazan
Engyō-ji.
Sesampainya di Kyoto, Benkei bercita-cita mengumpulkan 1.000 bilah pedang (
Tachi). Pedang-pedang dirampasnya dengan cara menantang duel samurai yang kebetulan sedang lewat. Ketika bertemu dengan
Yoshitsune yang sedang meniup seruling di atas Jembatan Gojō, Benkei sudah berhasil mengumpulkan 999 bilah pedang dan tinggal merampas satu bilah pedang lagi. Perhatian Benkei tertuju pada pedang bagus yang dibawa Yoshitsune, dan berusaha merampasnya lewat suatu pertarungan. Yoshitsune dengan lincah melompat-lompat di atas kisi-kisi jembatan untuk menghindari serangan Benkei. Pada akhirnya, Benkei justru berhasil ditaklukkan Yoshitsune. Sejak itu pula Benkei menjadi pengikut Yoshitsune yang setia, dan ikut bersama Yoshitsune dalam menghancurkan
klan Taira. Kisah duel yang terkenal antara Yoshitsune dan Benkei di atas Jembatan Gojō merupakan cerita karangan orang, karena jembatan tersebut belum dibangun sewaktu Yoshitsune masih hidup. Menurut kisah
Gikeiki, pertarungan terjadi di lingkungan kuil
Kiyomizu-dera.
Sewaktu Yoshitsune bertikai dengan Yoritomo, Benkei mendampingi Yoshitsune melarikan diri ke
Provinsi Ōshu untuk meminta perlindungan kepada
Fujiwara no Hidehira. Benkei membela Yoshitsune yang diserang pasukan
Fujiwara no Yasuhira dalam pertempuran di
Koromogawa no tachi. Pertempuran berjalan tidak seimbang. Benkei menghadapi pasukan lawan yang jumlahnya lebih banyak dengan mengayun-ayunkan
naginata. Namun akhirnya Benkei tewas dihujani anak panah. Peristiwa kematian Benkei dikenal sebagai "Benkei tewas berdiri" (
Benkei no Tachi Ōjō) karena Benkei tewas sambil berdiri kaku. Kisah kesetiaan Benkei merupakan kisah karangan orang berdasarkan buku
Gikeiki. Dalam kronologi sejarah
Azuma no Kagami, Benkei menyertai Yoshitsune dan
Yukiie sewaktu diusir dari Kyoto, tetapi tidak ditemukan catatan lebih jauh mengenai diri Benkei.
Noh dan kabuki
Kisah pelarian Benkei dan Yoshitsune sering diangkat sebagai naskah
sarugaku,
noh, dan
kabuki. Di antara kisah yang paling terkenal adalah peristiwa di pos pemeriksaan Ataka yang terletak di
Provinsi Kaga. Ketika itu, Benkei dan Yoshitsune sedang menyamar sebagai pendeta
Yamabushi yang meminta sumbangan untuk kuil
Tōdai-ji di Nara. Di pos pemeriksaan, Yoshitsune dan Benkei dihentikan penjaga bernama
Togashi Saemon (Togashi Suke menurut
Gikeiki). Saemon meminta Benkei membacakan
Kanjinchō (daftar para pemberi sumbangan) yang dibawanya. Benkei tidak memiliki daftar nama pemberi sumbangan, tetapi dengan lantang membacakan nama-nama penyumbang dari gulungan kertas yang sebenarnya kosong. Saemon tahu bahwa dirinya sedang dikelabui, tetapi membiarkan mereka lewat karena kagum dengan kecerdasan Benkei. Sebagai pelengkap untuk meyakinkan penjaga, Yoshitsune bahkan sempat dipukuli Benkei dengan tongkat besi.
Kisah pelarian Benkei ke Jepang bagian barat juga diangkat sebagai naskah sarugaku yang berjudul
Funa Benkei. Selain itu, Benkei tampil dalam naskah kabuki berjudul
Yoshitsune Senbonzakura yang menceritakan kisah hidup Yoshitsune.